Senin, 10 Juni 2013

Negara Sebagai Aktor Ekonomi Internasional


Ketergantungan antar negara akibat dari semakin tingginya tingkat kebutuhan manusia menyebabkan sistem ekonomi internasional menjadi semakin kompleks. Hadirnya aktor-aktor selain negara dalam dunia ekonomi politik internasional memang tidak dapat dipungkiri. Namun adalah sebuah kemunafikan jika mengatakan peran negara dalam ekonomi politik internasional tidak lagi sekuat dulu. Saat ini pun negara masih mempunyai peran yang kuat, dimana negara bukan hanya menjadi sebuah badan regulator, namun negara juga berperan secara aktif demi kepentingan-kepentingan nasionalnya.

Adalah kewajiban utama bagi sebuah pemerintahan di suatu negara untuk mendahulukan kepentingan nasionalnya. Dalam hal ini, negara dituntut untuk melindungi produsen dalam negerinya. Hal itu diaplikasikan dengan dibuatnya aturan-aturan atau perundangan-undangan yang menguntungkan bagi negerinya.

Dalam upaya peningkatan kehidupan ekonomi, individu, dan anggota masyarakat tidak hanya tergantung pada peranan pasar melalui sektor swasta. Peran pemerintah dan mekanisme pasar (interaksi permintaan dan penawaran pasar) merupakan hal yang bersifat komplementer (bukan substitusi) dengan pelaku ekonomi lainnya. Diantaranya fungsi pemerintah sebagai pelak ekonomi adalah:
·         Fungsi Stabilisasi, yakni fungsi pemerintah dalam menciptakan kestabilan ekonomi, sosial politik, hokum, pertahanan, dan keamanan.
·         Fungsi Alokasi, yakni fungsi pemerintah sebagai penyedia barang dan jasa publik seperti pembangunan jalan raya, gedung sekolah, penyediaan fasilitas penerangan, dan telepon.
·         Fungsi Distribusi, yakni fungsi pemerintah dalam pemerataan atau distribusi pendapatan masyarakat.

Keberadaan pemerintah dalam perekonomian global biasanya melalui sebuah proses intervensi pemerintah baik secara langsung maupun tidak langsung. Intervensi pemerintah diperlukan dalam perekonomian untuk mengurangi dari kegagalan pasar (market failure) seperti kekakuan harga monopoli dan dampak negatif kegiatan usaha swasta contohnya pencemaran lingkungan. Berikut penjelasan intervensi pemerintah secara langsung maupun tidak langsung:

A. Intervensi Pemerintah secara Langsung
Penetapan Harga Minimum (floor price)
Penetapan harga minimum atau harga dasar yang dilakukan oleh pemerintah bertujuan untuk melindungi produsen, terutama untuk produk dasar pertanian. Misalnya harga gabah kering terhadap harga pasar yang terlalu rendah. Hal ini dilakukan supaya tidak ada tengkulak (orang/pihak yang membeli dengan harga murah dan dijual kembali dengan harga yang mahal) yang membeli produk tersebut diluar harga yang telah ditetapkan pemerintah. Jika pada harga tersebut tidak ada yang membeli, pemerintah akan membelinya melalui BULOG (Badan Usaha Logistik) kemudian didistribusikan ke pasar. Namun, mekanisme penetapan harga seperti ini sering mendorong munculnya praktik pasar gela, yaitu pasar yang pembentukan harganya di luar harga minimum. Untuk mengetahui proses terbentuknya harga minimum

Penetapan Harga Maksimum (ceiling price)
Penetapan harga maksimum atau Harga Eceran Tertinggi  (HET) yang dilakukan pemerintah bertujuan untuk melindungi konsumen. Kebijakan HET dilakukan oleh pemerintah jika harga pasar dianggap terlalu tinggi diluar batas daya beli masyarakat (konsumen). Penjual tidak diperbolehkan menetapkan harga diatas harga maksimum tersebut. Contoh penetapan harga maksimum di Indonesia antara lain harga obat-obatan diapotek, harga BBM, dan tariff angkutan atau transportasi seperti tiket bus kota, tarif kereta api dan tarif taksi per kilometer. Seperti halnya penetapan harga minimum, penetapan harga maksimum juga mendorong terjadinya pasar gelap.

B. Intervensi Pemerintah secara Tidak Langsung
Penetapan Pajak
Kebijakan penetapan pajak dilakukan oleh pemerintah dengan cara mengenakan pajak yang berbeda-beda untuk berbagai komoditas. Misalnya untuk melindungi produsen dalam negeri, pemerintah dapat meningkatkan tarif pajak yang tinggi untuk barang impor. Hal tersebut menyebabkan konsumen membeli produk dalam dalam negeri yang harganya relatif lebih murah.

Pemberian Subsidi
Pemerintah dapat melakukan intervensi atau campur tangan dalam pembentukan harga pasar yaitu melalui pemberian subsidi. Subsidi biasanya diberikan pemerintah kepada perusahaan-perusahaan penghasil barang kebutuhan pokok. Subsidi juga diberikan kepada perusahaan yang baru berkembang untuk menekan biaya produksi supaya mampu bersaing terhadap produk-produk impor. Kebijakan ini ditempuh pemerintah dalam upaya pengendalian harga untuk melindungi produsen maupun konsumen sekaligus untuk menekan laju inflasi.[1]

Keberadaan pemerintah menjadi lebih penting mengingat mekanisme pasar tidak dapat berfungsi tanpa keberadaan aturan yang dibuat pemerintah. Aturan ini memberikan landasan bagi penerapan aturan main, termasuk pemberian sanksi bagi pelaku ekonomi yang melanggarnya.
Peranan pemerintah menjadi lebih penting karena mekanisme pasar saja tidak dapat menyelesaikan semua persoalan ekonomi.

Untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya dan untuk menghindarkan Negara dari krisis global, pemerintah dituntut untuk mengambil langkah antisipasi. Langkah-langkah tersebut dituangkan dalam bentuk kebijakan ekonomi. Adapun jenis-jenis kebijakan pemerintah selaku pelaku ekonomi adalah:

Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal berhubungan erat dengan kegiatan pemerintah sebagai pelaku sektor publik. Kebijakan fiskal dalam penerimaan pemerintah dianggap sebagai suatu cara untuk mengatur mobilisasi dana domestik, dengan instrumen utamanya perpajakan. Dinegara sedang berkembang seperti Indonesia, kebijakan moneter dan kebijakan luar negeri belum berjalan seperti yang diharapkan. Dengan demikian, peranan kebijakan fiskal dalam bidang perekonomian menjadi semakin penting.

Kebijakan Fiskal adalah kebijakan ekonomi yang digunakan pemerintah untuk mengendalikan atau mengarahkan perekonomian pada saat kondisi yang lebih baik. Caranya yaitu mengatur penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan fiskal pemerintah dapat bersifat ekspansif maupun kontraktif. Kebijakan yang bersifat ekspansif dilakukan pada saat perekonomian sedang menghadapi masalah pengangguran yang tinggi. Tindakan yang dilakukan pemerintah adalah dengan memperbesar pengeluaran pemerintah (misalnya menambah subsidi kepada rakyat kecil) atau mengurangi tingkat pajak. Adapun kebijakan fiskal kontraktif adalah bentuk kebijakan fiskal yang dilakukan pada saat perekonomian mencapai kesempatan kerja penuh atau menghadapi inflasi. Tindakan yang dilakukan adalah mengurangi pengeluaran pemerintah atau memperbesar tingkat pajak.

Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah kebijakan ekonomi yang digunakan Bank Indonesia sebagai otoritas moneter, untuk mengendalikan atau mengarahkan perekonomian pada kondisi yang lebih baik atau diinginkan dengan mengatur jumlah uang yang beredar (JUB) dan tingkat suku bunga. Kebijakan moneter tujuan utamanya adalah mengendalikan jumlah uang yang beredar (JUB).
Kebijakan moneter mempunyai tujuan yang sama dengan kebijakan ekonomi pemerintah lainnya,dalam kebijakan moneter Bank Sentral (Bank Indonesia) mengendalikan jumlah uang yang bersedar (JUB),Bank Sentral dapat mempertahankan, menambah, atau mengurangi JUB untuk memacu pertumbuhan ekonomi sekaligus mempertahankan kestabilan harga-harga. Kebijakan moneter memiliki selisih waktu (time lag) yang relatif lebih singkat dalam hal pelaksanaannya. Hal ini terjadi karena Bank Sentral tidak memerlukan izin dari DPR dan kabinet untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapi dalam perekonomian.
Kebijakan moneter memiliki tiga instrumen;
·         operasi pasar terbuka (open market operation)
·         kebijakan tingkat suku bunga (discount rate policy)
·          rasio cadangan wajib (reserve requirement ratio).


Akbar Galih Kusuma
Hubungan Internasional Univ. Jember





[1] http://muhammadsood.blogspot.com/2013/01/peranan-pemerintah-menghadapi.html

Selasa, 04 Juni 2013

Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme


Akbar Galih Kusuma
110910101033
Teori Pembangunan
“Nilai yang Mendorong Sikap Kompetitif Negara”

Dalam bukunya yang berjudul ”Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme”, Weber mengemukakan bahwa etika dan gagasan puritan telah memberikan pengaruh terhadap perkembangan kapitalisme. Ia mendefinisikan semangat kapitalisme sebagai gagasan dan kebiasaan yang bisa menunjang pengejaran keuntungan ekonomi secara rasional.[1] Weber memperlihatkan bahwa tipe-tipe Protestanisme tertentu mendukung pengejaran keuntungan ekonomi yang rasional dan bahwa kegiatan-kegiatan duniawi telah memperoleh makna yang spiritual dan moral yang positif.
Max Weber dengan baik mengaitkan antara Etika Protestan dan Semangat Kapitalis (Die Protestan Ethik Under Giest Des Kapitalis). Tesisnya tentang etika protestan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi kapitalis. Ini sangat kontras dengan anggapan bahwa agama tidak dapat menggerakkan semangat kapitalisme. Studi Weber tentang bagaimana kaitan antara doktrin-doktrin agama yang bersifat puritan dengan fakta-fakta sosial terutama dalam perkembangan industri modern telah melahirkan corak dan ragam nilai, dimana nilai itu menjadi tolak ukur bagi perilaku individu.
Karya Weber tentang The Protestan Ethic and Spirit of Capitalism menunjukkan dengan baik keterkaitan doktrin agama dengan semangat kapitalisme. Etika protestan tumbuh subur di Eropa yang dikembangkan seorang yang bernama Calvin, saat itu muncul ajaran yang menyatakan seorang pada intinya sudah ditakdirkan untuk masuk surga atau neraka, untuk mengetahui apakah ia masuk surga atau neraka dapat diukur melalui keberhasilan kerjanya di dunia.[2] Jika seseorang berhasil dalam kerjanya (sukses) maka hampir dapat dipastikan bahwa ia ditakdirkan menjadi penghuni surga, namun jika sebaliknya kalau di dunia ini selalu mengalami kegagalan maka dapat diperkirakan seorang itu ditakdirkan untuk masuk neraka.
Doktrin Protestan yang kemudian melahirkan karya Weber tersebut telah membawa implikasi serius bagi tumbuhnya suatu etos baru dalam komunitas Protestan, etos itu berkaitan langsung dengan semangat untuk bekerja keras guna merebut kehidupan dunia dengan sukses. Ukuran sukses dunia – juga merupakan ukuran bagi sukses di akhirat. Sehingga hal ini mendorong suatu semangat kerja yang tinggi di kalangan pengikut Calvinis. Ukuran sukses dan ukuran gagal bagi individu akan dilihat dengan ukuran yang tampak nyata dalam aktivitas sosial ekonominya. Kegagalan dalam memperoleh kehidupan dunia – akan menjadi ancaman bagi kehidupan akhirat, artinya sukses hidup didunia akan membawa pada masa depan yang baik di akhirat dengan “jaminan” masuk surga, sebaliknya kegagalan yang tentu berhimpitan dengan kemiskinan dan keterbelakangan akan menjadi “jaminan” pula bagi individu itu masuk neraka.
Upaya untuk merebut kehidupan yang indah di dunia dengan “mengumpulkan” harta benda yang banyak (kekayaan) material, tidak hanya menjamin kebahagiaan dunia, tetapi juga sebagai media dalam mengatasi kecemasan. Etika Protestan dimaknai oleh Weber dengan kerja yang luwes, bersemangat, sungguh-sungguh, dan rela melepas imbalan materialnya.[3] Dalam perkembangannya etika Protestan menjadi faktor utama bagi munculnya kapitalisme di Eropa dan ajaran Calvinisme ini menebar ke Amerika Serikat dan berpengaruh sangat kuat disana.
Berangkat dari pemikiran Weber di atas saya mengambil kesimpulan bahwa nilai keagamaan dapat menjadi nilai yang mendorong kompetitif suatu negara dalam sebuah usaha pembangunan. Dapat dilihat dari semangat mengejar kekayaan oleh kaum protestan, yang tentunya akan berimbas pada percepatan pembangunan negaranya. Dan tentunya berimbas pada kekuatan kompetitif negara tersebut.



[1] The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism, Social Research, Vol.XI, 1944
[2] ibid
[3] http://saripuddin.wordpress.com/pemikiran-max-weber/ diakses pada 8 April 2013

Selasa, 21 Mei 2013

Cara Copy Text Dari JPEG (Gambar)

Sering banget saat mencari materi buat tugas kuliah kita dapati file berbentuk PDF yang gak bisa dicopas...Dan sayangnya kita juga sering banget malas untuk sekedar mengetik ulang materi itu..Jangan kuatir bray, seperti kata pepatah.. "Banyak jalan menuju Roma.."..salah satunya lewat google..hhe
.
setelah cari info sana-sini, ane nemuin aplikasi yang namanya SUPERGEEK (SG)...trataaa...SG sendiri adalah aplikasi OCR (Optical Character Recognition) atau mudahnya aplikasi ini dapat mengekstrak teks dari sebuah gambar..
..nah untuk mencoba aplikasi ini kamu bisa download kesini
dan berikut tutorial menggunakan SG ala saya..kebetulan yg saya gunakan contoh adalah PDF Ekonomi Politik International..
.
1.Buat secangkir kopi/teh...sesuai selera lah
2.instal SG yang tadi sudah kamu download
3.siapkan gambar dari PDF yang akan di ekstrak..caranyaaa,,,buka file PDFnya dan buka Paint
                         pastikan kamu menggunakan "select tool" di pembacaPDF mu (lingkaran 1)

4.setelah itu klik kanan di lembar PDF mu...atau ctrl+c lalu paste ke paint
5.begini penampakanya di paint
                                      -1..klik select
                                      -2..tarik pada bagian yang akan diambil teksnya
                                      -3..klik crop

dan beginilah jadinya
jangan lupa..di save as,dengan type JPEG ya...

6.minum dulu kopi/tehnya tadi..keburu dingin...hhee
7.ini intinya buka aplikasi SG yg tadi sudah di instal


     -1..klik open-pilih gambar yg tadi di edit di Paint
     -2..lalu klik OCR...maka akan keluar teks di kotak bagian kanan
     -3..teks dibagian kanan ini yg bisa kamu copy..tapi karena biasanya ada bagian gambar    yang kurang jelas...kamu harus jeli2 untuk periksa biar g typo.. :D

8. selanjutnya buka Ms.Word lalu paste di lembar kerjanya...

saran ane..agan aktifin speling di Ms.Word..biar mudahin saat neliti kata perkata..tinggal cari kata yg bergaris bawah merah..mudah to...

SELAMAT MENCOBAAAAA


matur thank u buat mas Tri Adi Bagas karena sudah minjemin laptop sama Wifi nya...juga Oreonya yg semoga g bikin sakit gigi :p



Rabu, 08 Mei 2013

Alex Inkeles



Alex Inkeles (1965) seorang sosiolog dari Universitas Harvard berpendapat bahwa modernisasi dalam suatu masyarakat hanya akan terwujud jika terdapat individu-individu dalam masyarakat tersebut yang memiliki sifat yang mencangkup 9 konsep manusia modern, sikap tersebut antara lain:
1.Bersikap terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru dan penemuan-penemuan baru
2. Senantiasa siap menerima perubahan
3. Mempunyai kepekaan terhadap masalah – masalah yang dihadapi di sekitarnya
4. Senantiasa mempunyai informasi yang lengkap mengenai pendiriannya
5. Lebih banyak berorientasi ke masa kini dan masa mendatang
6. Senantiasa menyadari potensi-potensi yang ada pada dirinya
7. Tidak pa
srah pada nasib
8. Percaya pada keampuhan iptek
9. Menyadari hak-hak, kewajiban serta kehormatan orang lain[1]
Secara garis besar saya setuju dengan pendapat Alex Inkeles tentang cirri-ciri manusia modern diatas. Tapi, yang perlu dijadikan catatan adalah background Alex Inkeles adalah dunia barat. Yang secara jelas kebudayaan barat banyak yang bertentangan dengan kebudayaan bangsa timur.
Seperti misalnya poin pertama dan kedua. Disitu dituliskan bahwa manusia modern harus selalu bersikap terbuka pada pengalaman dan penemuan baru. Hal tersebut mengesankan bahwa manusia harus selalu siap menerima pembaharuan. Sedangkan dalam norma ketimuran, masyarakat cenderung menghormati warisan leluhur. Modernisasi haruslah tetap diikuti dengan nilai-nilai yang telah diturunkan oleh nenek moyang.
Bahkan dalam tingkat yang lebih extreme, dalam bukunya yang berjudul “Pemikiran Islam di Malasyia:Sejarah dan Aliran “ Dr. Abdul Rahman Haji Abdullah mengatakan bahwa modernisasi tak lain adalah bentuk dari westernisasi. Dimana beliau mengatakan salah satu poin yang terkandung dalam cirri-ciri manusia modern menurut Alex Inkeles adalah calculability, yaitu keadaan yang dapat dipperhitungkan. Pandanagan ini menolak konsep bahwa segala sesuatu di dunia ini ditentukan oleh Tuhan dan justru mempercayai adanya dunia yang tertib dibawah pengendalian manusia. [2]
Jadi disini saya menarik kesimpulan bahwa, modernisasi memang harus diawali dengan pengembangan SDM, baik dari segi skiil, IPTEK dan tentunya spiritual. Karena saya percaya pembangunan tanpa diiringi oleh pengendalian justru suatu saat akan menjerumuskan masyarakat.












            Akbar Galih Kusuma
110910101033



[1] http://kacibi.blogspot.com/2010/11/ciri-ciri-manusia-modern.html diakses pada 7Mei2013 pukul 0:19
[2] http://books.google.co.id/books?id=iRtOVSAYGLAC&pg=PA18&lpg=PA18&dq=ciri+manusia+modern+menurut+alex+inkeles&source=bl&ots=xlC98hYFg1&sig=UuQk0XUu1Bqtbyba08yeaFDsbxk&hl=id&sa=X&ei=1d2HUauJJcWQrQeDwoCACg&ved=0CFoQ6AEwCQ#v=onepage&q=ciri%20manusia%20modern%20menurut%20alex%20inkeles&f=false diakses pada 7Mei2013 pukul 0:19

Selasa, 30 April 2013

Sikap Kompetitif Negara



Akbar Galih Kusuma
110910101033
Teori Pembangunan
“Nilai yang Mendorong Sikap Kompetitif Negara”

Dalam bukunya yang berjudul ”Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme”, Weber mengemukakan bahwa etika dan gagasan puritan telah memberikan pengaruh terhadap perkembangan kapitalisme. Ia mendefinisikan semangat kapitalisme sebagai gagasan dan kebiasaan yang bisa menunjang pengejaran keuntungan ekonomi secara rasional.[1] Weber memperlihatkan bahwa tipe-tipe Protestanisme tertentu mendukung pengejaran keuntungan ekonomi yang rasional dan bahwa kegiatan-kegiatan duniawi telah memperoleh makna yang spiritual dan moral yang positif.
Max Weber dengan baik mengaitkan antara Etika Protestan dan Semangat Kapitalis (Die Protestan Ethik Under Giest Des Kapitalis). Tesisnya tentang etika protestan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi kapitalis. Ini sangat kontras dengan anggapan bahwa agama tidak dapat menggerakkan semangat kapitalisme. Studi Weber tentang bagaimana kaitan antara doktrin-doktrin agama yang bersifat puritan dengan fakta-fakta sosial terutama dalam perkembangan industri modern telah melahirkan corak dan ragam nilai, dimana nilai itu menjadi tolak ukur bagi perilaku individu.
Karya Weber tentang The Protestan Ethic and Spirit of Capitalism menunjukkan dengan baik keterkaitan doktrin agama dengan semangat kapitalisme. Etika protestan tumbuh subur di Eropa yang dikembangkan seorang yang bernama Calvin, saat itu muncul ajaran yang menyatakan seorang pada intinya sudah ditakdirkan untuk masuk surga atau neraka, untuk mengetahui apakah ia masuk surga atau neraka dapat diukur melalui keberhasilan kerjanya di dunia.[2] Jika seseorang berhasil dalam kerjanya (sukses) maka hampir dapat dipastikan bahwa ia ditakdirkan menjadi penghuni surga, namun jika sebaliknya kalau di dunia ini selalu mengalami kegagalan maka dapat diperkirakan seorang itu ditakdirkan untuk masuk neraka.
Doktrin Protestan yang kemudian melahirkan karya Weber tersebut telah membawa implikasi serius bagi tumbuhnya suatu etos baru dalam komunitas Protestan, etos itu berkaitan langsung dengan semangat untuk bekerja keras guna merebut kehidupan dunia dengan sukses. Ukuran sukses dunia – juga merupakan ukuran bagi sukses di akhirat. Sehingga hal ini mendorong suatu semangat kerja yang tinggi di kalangan pengikut Calvinis. Ukuran sukses dan ukuran gagal bagi individu akan dilihat dengan ukuran yang tampak nyata dalam aktivitas sosial ekonominya. Kegagalan dalam memperoleh kehidupan dunia – akan menjadi ancaman bagi kehidupan akhirat, artinya sukses hidup didunia akan membawa pada masa depan yang baik di akhirat dengan “jaminan” masuk surga, sebaliknya kegagalan yang tentu berhimpitan dengan kemiskinan dan keterbelakangan akan menjadi “jaminan” pula bagi individu itu masuk neraka.
Upaya untuk merebut kehidupan yang indah di dunia dengan “mengumpulkan” harta benda yang banyak (kekayaan) material, tidak hanya menjamin kebahagiaan dunia, tetapi juga sebagai media dalam mengatasi kecemasan. Etika Protestan dimaknai oleh Weber dengan kerja yang luwes, bersemangat, sungguh-sungguh, dan rela melepas imbalan materialnya.[3] Dalam perkembangannya etika Protestan menjadi faktor utama bagi munculnya kapitalisme di Eropa dan ajaran Calvinisme ini menebar ke Amerika Serikat dan berpengaruh sangat kuat disana.
Berangkat dari pemikiran Weber di atas saya mengambil kesimpulan bahwa nilai keagamaan dapat menjadi nilai yang mendorong kompetitif suatu negara dalam sebuah usaha pembangunan. Dapat dilihat dari semangat mengejar kekayaan oleh kaum protestan, yang tentunya akan berimbas pada percepatan pembangunan negaranya. Dan tentunya berimbas pada kekuatan kompetitif negara tersebut.



[1] The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism, Social Research, Vol.XI, 1944
[2] ibid
[3] http://saripuddin.wordpress.com/pemikiran-max-weber/ diakses pada 8 April 2013

Peran Media Massa Amerika Serikat Dalam Upaya Demokratisasi di Negara lain



AKBAR GALIH KUSUMA
110910101033
HUBUNGAN INTERNASIONAL 2011
TUGAS MATA KULIAH
KOMUNIKASI INTERNASIONAL
“HUBUNGAN MEDIA MASSA DENGAN DEMOKRATISASI”


Peran Media Massa Amerika Serikat
Dalam Upaya Demokratisasi di Negara lain

Sering kita dengar media massa adalah pilar ke-4 dalam konsep trias politica. Hal ini tidak lepas dari minat masyarakat yang selalu haus oleh informasi-informasi yang berkembang disekitarnya. Hal lain yang membuat media massa saat ini begitu penting adalah keyakinan bahwa media massa dapat dengan mudah menggiring opini publik dan tak jarang dijadikan sebagai alat yang efektif dalam melancarkan sebuah propaganda untuk mendukung kepentingan-kepentingan tertentu dari sebuah kelompok atau kepentingan seseorang.
Hal ini senada dengan konsep soft diplomacy atau yang lebih sering kita kenal dengan second track diplomacy. Dimana disitu dijelaskan bahwa opini publik yang diseting sedemikian rupa dapat membantu pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan-kebijakan baik dalam ataupun luar negeri.  Dalam kasus ini aktor utama dalam mengatur opini publik adalah media massa itu sendiri.
 Pada tahap yang lebih lanjut, terutama setelah ditemukannya mesin cetak oleh Gutenberg pada tahun 1928, telah memungkinkan semakin berkembangnya penggunaan media massa sebagai sarana propoganda. Setiap perubahan di dunia yang menyangkut komunikasi pasti berpengaruh kepada negara lain. Namun apakah benar bahwa opini publik yang dibentuk oleh media massa di 1 negara dapat langsung berpengaruh pada negara lain?. Tentu saja tidak, kita dapat menyebutnya dengan perbedaan kekuatan atau yang lebih tepatnya adalah perbedaan pengaruh dari setiap media-media yang ada.
Hal ini dapat kita lihat dari adanya ketimpangan informasi di dunia ini. Adanya kenyataan bawa berita-berita internasional yang disiarkan oleh pers, radio, dan televisi di negara-negara berkembang bersumber pada kantor-kantor berita raksasa seperti Reuters, United Press International (UPI), Voice of America (VOA), Associated Press (AP) dan lainya.
Arus informasi yang didomonasi oleh negara-negara maju yang memiliki kantor berita raksasa ini jelas terkadang memberitakan peristiwa yang timpang. Melalui media pemberitaan negara-negara maju dapat melancarkan propagandanya dengan berpijak pada asumsi kebenaran menurut pemerintahnya.
Dalam hal ini kita mencoba mengambil media Amerika sebagai sebuah contoh. “Perang” di era modern adalah sebuah perang yang lebih mengandalkan kekuatan media ketimbang kekuatan fisik. Pemerintahan Amerika Serikat dan Pentagon adalah sebuah contoh bagaimana melakukan salah satu kampanye public relation paling sukses dalam sejarah politik modern dalam penggunaan media untuk mendapatkan dukungan. Melalui televisi dan alat komunikasi lain, media massa Amerika telah meraih jangkauan global, dan secara intens mereka mulai membentuk sesuatu yang dapat kita katakan sebagai sebuah Amerikanisasi. Dengan sistem yang sudah berjaringan secara kuat, mereka dapat dengan mudah menyaring suara-suara yang dianggap menentang isu yang sedang mereka coba kembangkan sebagai salah satu upaya Amerikanisasi tadi.
Propaganda secara halus tadi dapat melalui iklan-iklan, film, lifestyle tentang artis-artis mancanegara serta juga berita politik internasional. Dimana dalam semua bentuk produk media tadi telah dikemas seakan-akan Amerika dan produk serta kebijkanya adalah sesuatu yang paling baik, paling benar dibandingkan dengan negara-negara lain.
Salah satu kasus pemanfaatan media untuk menggiring opini publik oleh Amerika adalah dalam konflik di timur tengah. Menurut Douglas Kellner (1995 : 199) Dalam analisisnya yang cukup kritis, dia menilai bahwa perang terhadap Irak merupakan sebuah teks yang dihasilkan oleh pemerintahan Bush, Pentangon dan media yang mempergunakan berbagai citra dan wacana tentang krisis, untuk menggerakkan persetujuan dan dukungan bagi intervensi militer AS. Douglas Kellner juga melihat bahwa sejak awal, berbagai institusi berita utama mengikuti kebijakan pemerintahan Bush dan Pentagon. Media-media mainstream di AS telah menjadi “kaki tangan” pemerintah. Ketika pemerintahan Bush mengirim pasukan berjumlah besar ke wilayah Irak, media-media utama mendukung tindakan ini dan menjadi corong untuk menggerakkan dukungan bagi kebijakan AS. Selama beberapa minggu, hanya sedikit suara penolakan yang terdengar di media-media utama. Berita, komentar, dan diskusi, terutama di televisi, sangat menyanjung solusi militer atas krisis tersebut, sebagai kendaraan propaganda bagi militer AS. Tidak ada debat televisi yang penting mengenai berbagai konsekuensi berbahaya respons militer besar-besaran AS atas invasi Irak, atau mengenai kepentingan dan kebijakan yang dilakukan oleh invasi militer tersebut. Kritik atas kebijakan AS secara luas menghilang dari media-media utama yang memberitakan krisis tersebut, dan hanya sedikit analisis ditampilkan yang menyimpang dari isu-isu yang dihadirkan oleh Pemerintahan Bush.
Sementara itu pemberitaan mengenai ribuan masyarakat Irak yang terbunuh sungguh sangat minim. Sentimen publik diperparah dengan penggambaraan buruk terhadap unjuk rasa yang dilakukan masyarakat Irak yang menolak kedatangan Amerika ke negaranya sebagai upaya masyarakat fanatik yang menginginkan terbentuknya pemerintahan teokrasi.
Atas nama demokrasi, AS memainkan perannya sebagai pejuang hak-hak kemanusiaan. Amerika Serikat selalu mengagungkan ujaran ’’Demokrasi’’. Demokrasi adalah harga mati bahkan sakral. Apapun yang tergambar sebagai demokrasi selalu dianggap baik dan patut didukung. Demikian juga sebaliknya, apapun yang membahayakan demokrasi patut dicurigai dan bila perlu diberangus sampai musnah. Amerika menganggap bahwasannya tiadanya demokrassi berandil besar pada tumbuh berkembanganya radikalisme dan aksi kekerasan di dunia Arab.Pesan semacam itulah yang selalu digencarkan oleh media-media massa internasional milik Amerika.
Akibatnya tidak tanggung-tanggung, opini masyarakat internasional mayoritas mendukung demokratisasi di timur tengah, tak terkecuali Indonesia. Gerakan-gerakan sparatisme di tubuh negara-negara timur tengah pun mulai muncul untuk menggulingkan sistem pemerintah yang sudah terbentuk puluhan tahun. Paham demokrasi yang belum dicerna secara menyeluruh dipaksakan ditelan. Hasilnya perang saudara di timur tengah pun tak terhindarkan. Rezim Sadam Husein, Khadafi dan lainya mulai tumbang akibat perang terus menerus.
Pada akhirnya saya dapat menyimpulkan bahwa peran media massa sebagai kepanjangan tangan pemerintah negara-negara adikuasa sangat efektif dalam upaya pelancaran propaganda dan penggiringan isu publik internasional. Salah satunya adalah dalam upaya penyebaran ide-ide demokrasi oleh Amerika di timur tengah yang terbukti dapat menumbangkan rezim diktatorat yang sudah berdiri puluhan tahun.