AKBAR GALIH KUSUMA
110910101033
HUBUNGAN INTERNASIONAL 2011
TUGAS MATA KULIAH
KOMUNIKASI INTERNASIONAL
“HUBUNGAN MEDIA MASSA DENGAN
DEMOKRATISASI”
Peran Media Massa
Amerika Serikat
Dalam Upaya
Demokratisasi di Negara lain
Sering kita dengar media massa adalah pilar ke-4
dalam konsep trias politica. Hal ini
tidak lepas dari minat masyarakat yang selalu haus oleh informasi-informasi
yang berkembang disekitarnya. Hal lain yang membuat media massa saat ini begitu
penting adalah keyakinan bahwa media massa dapat dengan mudah menggiring opini
publik dan tak jarang dijadikan sebagai alat yang efektif dalam melancarkan
sebuah propaganda untuk mendukung kepentingan-kepentingan tertentu dari sebuah
kelompok atau kepentingan seseorang.
Hal ini senada dengan konsep soft diplomacy atau yang lebih sering kita kenal dengan second track diplomacy. Dimana disitu
dijelaskan bahwa opini publik yang diseting sedemikian rupa dapat membantu
pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan-kebijakan baik dalam ataupun luar
negeri. Dalam kasus ini aktor utama
dalam mengatur opini publik adalah media massa itu sendiri.
Pada tahap
yang lebih lanjut, terutama setelah ditemukannya mesin cetak oleh Gutenberg
pada tahun 1928, telah memungkinkan semakin berkembangnya penggunaan media
massa sebagai sarana propoganda. Setiap perubahan di dunia yang menyangkut
komunikasi pasti berpengaruh kepada negara lain. Namun apakah benar bahwa opini
publik yang dibentuk oleh media massa di 1 negara dapat langsung berpengaruh
pada negara lain?. Tentu saja tidak, kita dapat menyebutnya dengan perbedaan
kekuatan atau yang lebih tepatnya adalah perbedaan pengaruh dari setiap
media-media yang ada.
Hal ini dapat kita lihat dari adanya ketimpangan
informasi di dunia ini. Adanya kenyataan bawa berita-berita internasional yang
disiarkan oleh pers, radio, dan televisi di negara-negara berkembang bersumber
pada kantor-kantor berita raksasa seperti Reuters, United Press
International (UPI), Voice of America (VOA), Associated Press (AP) dan lainya.
Arus informasi yang didomonasi oleh negara-negara
maju yang memiliki kantor berita raksasa ini jelas terkadang memberitakan
peristiwa yang timpang. Melalui media pemberitaan negara-negara maju dapat
melancarkan propagandanya dengan berpijak pada asumsi kebenaran menurut
pemerintahnya.
Dalam hal ini kita mencoba mengambil media Amerika
sebagai sebuah contoh. “Perang” di era modern adalah sebuah perang yang lebih
mengandalkan kekuatan media ketimbang kekuatan fisik. Pemerintahan Amerika
Serikat dan Pentagon adalah sebuah contoh bagaimana melakukan salah satu
kampanye public relation paling sukses dalam sejarah politik modern
dalam penggunaan media untuk mendapatkan dukungan. Melalui televisi dan alat
komunikasi lain, media massa Amerika telah meraih jangkauan global, dan secara
intens mereka mulai membentuk sesuatu yang dapat kita katakan sebagai sebuah Amerikanisasi. Dengan sistem yang sudah
berjaringan secara kuat, mereka dapat dengan mudah menyaring suara-suara yang
dianggap menentang isu yang sedang mereka coba kembangkan sebagai salah satu
upaya Amerikanisasi tadi.
Propaganda secara halus tadi dapat melalui
iklan-iklan, film, lifestyle tentang
artis-artis mancanegara serta juga berita politik internasional. Dimana dalam
semua bentuk produk media tadi telah dikemas seakan-akan Amerika dan produk
serta kebijkanya adalah sesuatu yang paling baik, paling benar dibandingkan
dengan negara-negara lain.
Salah satu kasus pemanfaatan media untuk menggiring
opini publik oleh Amerika adalah dalam konflik di timur tengah. Menurut Douglas
Kellner (1995 : 199) Dalam analisisnya yang cukup kritis, dia menilai bahwa
perang terhadap Irak merupakan sebuah teks yang dihasilkan oleh pemerintahan
Bush, Pentangon dan media yang mempergunakan berbagai citra dan wacana tentang
krisis, untuk menggerakkan persetujuan dan dukungan bagi intervensi militer AS.
Douglas Kellner juga melihat bahwa sejak awal, berbagai institusi berita utama
mengikuti kebijakan pemerintahan Bush dan Pentagon. Media-media mainstream
di AS telah menjadi “kaki tangan” pemerintah. Ketika pemerintahan Bush mengirim
pasukan berjumlah besar ke wilayah Irak, media-media utama mendukung tindakan
ini dan menjadi corong untuk menggerakkan dukungan bagi kebijakan AS. Selama
beberapa minggu, hanya sedikit suara penolakan yang terdengar di media-media
utama. Berita, komentar, dan diskusi, terutama di televisi, sangat menyanjung
solusi militer atas krisis tersebut, sebagai kendaraan propaganda bagi militer
AS. Tidak ada debat televisi yang penting mengenai berbagai konsekuensi
berbahaya respons militer besar-besaran AS atas invasi Irak, atau mengenai
kepentingan dan kebijakan yang dilakukan oleh invasi militer tersebut. Kritik
atas kebijakan AS secara luas menghilang dari media-media utama yang
memberitakan krisis tersebut, dan hanya sedikit analisis ditampilkan yang
menyimpang dari isu-isu yang dihadirkan oleh Pemerintahan Bush.
Sementara itu pemberitaan mengenai ribuan masyarakat
Irak yang terbunuh sungguh sangat minim. Sentimen publik diperparah dengan
penggambaraan buruk terhadap unjuk rasa yang dilakukan masyarakat Irak yang
menolak kedatangan Amerika ke negaranya sebagai upaya masyarakat fanatik yang
menginginkan terbentuknya pemerintahan teokrasi.
Atas nama demokrasi, AS memainkan
perannya sebagai pejuang hak-hak kemanusiaan. Amerika Serikat selalu
mengagungkan ujaran ’’Demokrasi’’. Demokrasi adalah harga mati bahkan sakral.
Apapun yang tergambar sebagai demokrasi selalu dianggap baik dan patut
didukung. Demikian juga sebaliknya, apapun yang membahayakan demokrasi patut
dicurigai dan bila perlu diberangus sampai musnah. Amerika
menganggap bahwasannya tiadanya demokrassi berandil besar pada tumbuh
berkembanganya radikalisme dan aksi kekerasan di dunia Arab.Pesan
semacam itulah yang selalu digencarkan oleh media-media massa internasional
milik Amerika.
Akibatnya tidak tanggung-tanggung,
opini masyarakat internasional mayoritas mendukung demokratisasi di timur
tengah, tak terkecuali Indonesia. Gerakan-gerakan sparatisme di tubuh
negara-negara timur tengah pun mulai muncul untuk menggulingkan sistem
pemerintah yang sudah terbentuk puluhan tahun. Paham demokrasi yang belum
dicerna secara menyeluruh dipaksakan ditelan. Hasilnya perang saudara di timur
tengah pun tak terhindarkan. Rezim Sadam Husein, Khadafi dan lainya mulai
tumbang akibat perang terus menerus.
Pada akhirnya saya dapat menyimpulkan bahwa peran
media massa sebagai kepanjangan tangan pemerintah negara-negara adikuasa sangat
efektif dalam upaya pelancaran propaganda dan penggiringan isu publik
internasional. Salah satunya adalah dalam upaya penyebaran ide-ide demokrasi
oleh Amerika di timur tengah yang terbukti dapat menumbangkan rezim diktatorat
yang sudah berdiri puluhan tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar